Berpetualanglah seluas-luasnya,menulis dan belajarlah sebanyak-banyaknya,cari pengalaman sedalam-dalamnya,bercita-citalah setinggi-tingginya,berdoa dan tawakal sesering-seringnya,kamu akan menemukan dirimu di sana

Minggu, 22 Februari 2015

Our Trip - part 1

Usianya hanya beda dua tahun dengan saya. Seorang perempuan yang dulu saat rambut catok atau smoothing atau rebonding dan usaha pelurusan rambut lainnya mulai booming tak pernah dilewatkannya. Hampir setiap tahun rambutnya diluruskan. Tapi lucu nya, ia pasti meluruskan rambutnya itu sehari sebelum keberangkatannya mudik lebaran. Baru dua tahun belakangan semenjak ia kuliah, ia menghentikan kebisaan meluruskan rambutnya. Ya karena sudah bagus dan terlihat alami. Padahal sebelumnya ia memang tak memerlukan berbagai jenis pelurusan rambut tersebut karena pada dasarnya rambutnya sudah lurus. Yang sering menjadi masalah baginya adalah berat badan, meski menurutku meski ia sedikit gemuk tapi berat badannya tak berlebihan. Pernah suatu waktu saat kami makan malam bersama, ibunya berkata padanya “Mba Wi itu minum air putih aja bisa jadi lemak”. Dia sepupuku, biasa dipanggil Tiwi.
Banyak hal lucu atau bahkan mengarah ke hal bodoh terjadi diantara kami. Bahkan saat usianya sudah memasuki usia 21 tahun dan usiaku 19 tahun, tetap saja hal itu terjadi. Ini tentang perjalanan yang baru saja kami lakukan. Sekitar tanggal 3 Januari 2015, ia sedang libur semester dan berada di rumah nenek kami di Boyolali. Sebetulnya saya masih melaksanakan ujian akhir semester, namun ada jeda libur beberapa hari. Kami melakukan perjalanan dengan mengendarai sepeda motor matic berwarna biru milik sepupu kami yang lain. Bicara tentang perjalanan, ada satu hal yang mengingatkan kebersamaan kami. Dulu sekitar 7-9 tahun yang lalu. Saya dan dia duduk di bangku paling belakang mobil dalam perjalanan mudik lebaran dari Bandung ke Jawa (dulu kami menamai rumah nenek di Boyolali sebagai Jawa, padahal Bandung juga termasuk Jawa. Jika belum ke rumah nenek saya berarti belum ke Jawa). Saat sampai di kawasan cadas pangeran yang begitu berliku, kami terus bercanda sambil makan makanan yang sudah dipersiapkan sebagai bekal mudik. Sebelumnya kami sudah dimarahi supaya duduk dengan tenang karena jalan begitu berliku. Oia saat itu di bangku belakang tidak kami saja, namun kami duduk penuh sesak bersama saudara kami yang lain. Tiba-tiba *hoek* kami berdua muntah secara bersamaan, benar-benar di waktu yang sama. Kami menyadari bahwa bahan bakar dari motor biru ini tinggal sedikit. Tapi kami berencana mengisi bensin di daerah Simo, salah satu jalan yang akan kami lewati. Namun baru sampai di tikungan pertama sekitar gunung madu mesin motor tersebut berhenti. “Ah di depan ada jalan menurun” seru saya. Tanpa perlu turun dari motor kami sedikit berusaha menggerakkan motor maju ke bagian jalan menurun, dan tepat di tengah-tengah jalan menurun ada pos bensin. Pos dan bukan Pom karena itu adalah tempat penjual bahan bakar eceran yang disimpan dalam botol. Kami hanya mengisi satu liter bensin jenis premium dan melanjutkan perjalanan. Tujuan kami adalah stasiun Balapan Solo atau stasiun Purwosari Solo.
Keraguan di mulai. Kami yang tidak begitu hafal jalan karena hanya beberapa kali pergi ke Solo sendiri dari rumah nenek kami yang berada di salah satu desa di Kabupaten Boyolali. Biasanya kami hanya menjadi penumpang yang baik, dan lebih serinng berujung pada tidur di tengah jalan dan tau-tau sampai. 1 2 Seharusnya kami lurus terus dan baru belok kiri di no 2, tapi nyatanya kami sudah belok di perempatan pertama. Karena ada petunjuk jalan yang tertulis bahwa Solo belok kiri. Kami merasa asing dengan jalan yang kami lalui, tapi dengan keyakinan petujuk jalan tadi dan meyakinkan diri bahwa jalan yang kami lalui ini pasti tembus ke suatu jalan raya 4 jalur maka kami tetap saja lanjut. Melewati beberapa desa dan semakin asing. Seharusnya jika kami melalui jalur yang biasa di lewati (saya lupa nama jalannya), kami melewati bandara Adi Sumarmo. Ternyata saat sampai di jalan raya kami menjumpai tulisan jalan raya Solo-Purwodadi. Oke kami salah. Pantas saja terasa lama sekali. Tapi masih ada kata Solo dari jalan Solo-Purwodadi dan kami merasa baik-baik saja. Dengan berbekal papan berwarna hijau yang ada di jalan sebagai petunjuk jalan kami terus mengikuti arah menuju Solo. Saat berada di tengah jalan, saya rasa di jalan yang dekat dengan taman Balekambang, hujan turun sangat deras. Kami meminggirkan motor dan berteduh, mengecek jok motor apakah ada jas hujan? Dan ternyata tidak ada. Air membawa ingatan saya dengan sepupu saya ini saat mandi di kali Gede (sungai) dekat dengan rumah nenek. Saat itu masih banyak penduduk yang mandi dan cuci di kali. Namun saat ini karena sebagian besar sudah memiliki sumur dan pompa air di rumah masing-masing, kesimpulannya adalah sudah jarang sekali yang mandi atau cuci di kali. Hubungan saya dan dia tentu tidak selamanya baik. Pernah suatu saat kami berantem layaknya anak kecil lainnya. Saat kami sedang mandi di kali dan seluruh tubuh saya sudah bersih, Tiwi entah dengan maksud dan tujuan apa mengguyur kepala saya dengan air beserta lumpur-lumpurnya... Damn. Saya tidak terlalu ingat apa yang terjadi selanjutnya, seingat saya kakak saya mengguyur balik dia dengan lumpur dan sampai pulang ke rumah kami saling adu mulut. Saat itu usia kami sekitar 7-9 tahun.---Bersambung---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya....
tinggalkan jejak anda dengan berkomentar :)