Berpetualanglah seluas-luasnya,menulis dan belajarlah sebanyak-banyaknya,cari pengalaman sedalam-dalamnya,bercita-citalah setinggi-tingginya,berdoa dan tawakal sesering-seringnya,kamu akan menemukan dirimu di sana

Selasa, 13 November 2012

Lautan Cinta

     Angin malam berhembus menembus celah-celah jendela dan kini telah menyentuh kulitku. Ku tarik sehelai kain yang ada di samping ku lalu ku sampirkan dengan asal, menutupi punggung dan lenganku. Buku berserakan di atas ranjang dan mataku tetap fokus menatap layar ponsel. Beberapa detik kemudian layar kembali menyala. Yang ku tunggu akhirnya datang. Dengan segera ku baca pesan itu "sayang maaf aku masih di kantor" Baiklah aku takkan mengganggunya dulu. Biar saja ia menyelesaikan apa yang sudah menjadi tugasnya. Ku simpan ponselku,seketika aku merebahkan tubuhku yang juga sudah letih dengan kegiatan hari ini. Ku tengok jam dinding "ini sudah jam 01.00 malam,tetapi ia masih di kantor" pikirku. Cinta apakah engkau mengetahui luasnya perasaan sayangku padamu. Mungkin kau tahu hal ini. Sudah ratusan kali kuucapkan kata sayang dan cinta padamu. Namun itu tidak cukup sayang,apakah kau mau jika perhatian yang ingin kutujukan padamu lambat laun berpindah ke orang lain karena perhatian ini tak tersalurkan padamu?.      
     Upacara HUT Angkatan Laut dilaksanakan hari
ini 10 September. "Sayang,happy birthday and happy anniversary,love you" send message to cinta. Kukirimkan pesan itu selepas subuh,sebelum aku berangkat ke lapangan untuk upacara. "Makasih ya,happy anniversary too. Ga kerasa hubungan kita udah 3 tahun ya ^_^ jangan telat upacaranya,awas pingsan.hhe.sarapan dulu sana. Love you" inbox from cinta. Beberapa menit kemudian ponselku kembali berdering "nanti sore ketemu ya... ^_^ jam 4 bisa kan? Aku lagi ga ada liputan. di tempat biasa" inbox from cinta "oke sayang" balasku.
        Usianya terpaut tiga tahun dibawahku,kami bertemu tepat saat perayaan HUT AL. Bersama rekannya yang membawa kamera besar,Ia meliput kami yang upacara. Selepas upacara ia menghampiriku dengan senyumnya yang menyejukkan hati. Ia menyapa dengan begitu ramahnya dan memintaku untuk memberi komentar  atas harapan kami di hari jadi Angkatan kebanggaan kami. Rambutnya sebahu ala presenter berita dan saat itu lah aku jatuh hati pada nya. Hubungan kami berlanjut dan setahun sejak pertemuan pertama kami,aku meresmikan dirinya sebagai kekasihku. Waktu yang cukup lama untuk masa pendekatan. Untuk urusan cinta aku tak seberani penampilanku yang seorang TNI. Berani dalam artian meresmikan hubungan. Karena aku bukan lagi remaja,aku seorang yang akan membawa hubungan ke jenjang pernikahan.
     Aku bersiap menemuinya di sebuah rumah makan. Tak ada yang spesial dari menu yang disediakan. Sama seperti rumah makan pada umumnya. Hanya saja ada satu meja yang pemandangannya langsung ke danau, dan diseberangnya adalah lapangan saat kami bertemu. Kukenakan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu dan beberapa kali kusemprotkan parfum pemberiannya,aroma kesukaan kami. Pukul 15.30 aku sudah berada di meja yang berada di ujung ruangan. Duduk lesehan dan memandangi lapangan hijau. Dia yang kucinta belum datang.  Aku sengaja datang 30 menit sebelum waktunya. Aku ingin menyambutnya. Rasa rindu ini sudah harus disalurkan.  Rindu pada tawanya yang lepas,rindu pada celotehannya,rindu menatap wajahnya,aku rindu padamu. Cinta.      Seseorang berjalan menuju mejaku,aku sudah melihatnya dari kejauhan. Ia berjalan dengan penuh semangat dan keanggunan itu tetap terpancar. Masih sama seperti tiga tahun yang lalu. Dengan segera aku berdiri dan berjalan ke arahnya. Lalu kusambut ia dengan tangan terbuka dan ia memelukku "sudah lama menunggu?" tanyanya padaku "engga, baru sekitar 5 menit" jawabku. Kami berdua langsung menempati meja yang memang sudah kupilih. "mas sudah pesan?" "belum,aku ingin kau duluan yang pesan" Ia mengambil menu dan membacanya "hmmm,aku ikan gurame ya mba" jelasnya pada seorang pelayan. Pelayan itu dengan sigap menulis pesanan kami. "Saya kepiting saus tiram,minumnya teh manis" "Oia es tape durian satu" imbuhku. Durian adalah buah kesukaannya. "Es nya buat siapa? Kan aku engga pesen" ia menggodaku "Ya kalau kamu engga mau nanti aku yang makan"jawabku balas menggodanya "Ya mau dong,engga akan nolak deh sama yang namanya durian" "Mas minggu kemarin aku wawancara Syahrini loh,dia kan artis favoritmu" ia mulai bercerita dengan penuh semangat. Aku menyukainya. "Iya sayang aku nonton kok. Kata siapa artis favoritku? Artis favoritku kan kamu.." "Aku bukan artis mas,aku jurnalis!" ia menjawab dengan nada kesal yang aku tau itu tidak serius. "Bedanya apa? sama-sama muncul di tv kan? Sama-sama punya fans juga" "Ya beda dong. Tapi emang aku banyak fans nya sih.hahaha" Aku tersenyum. Ini satu dari banyak hal yang aku suka dari dirinya. Kepedean,ceria. "Sayang,minggu depan kalau engga sibuk ke rumah dong. Mama nanyain calon menantunya tuh" "Iya mas nanti kalau jadwal aku kosong aku ke rumah" "Ngomong-ngomong kamu nunjukin foto aku ke Syahrini engga? Siapa tau dia terpikat sama aku.hehehe" Setelah aku mengatakan hal itu ia mengerutkan keningnya "Iya,dia tertarik sama kamu!" jawabnya ketus "Yang bener?" jawabku "Benerlah,kebetulan! dia kan pengen cepet-cepet nikah" "Kalau ternyata jodoh aku dia gimana?" "ya engga papa,berarti aku sama si Dias" Aku mengetahui Dias adalah teman dekatnya di kantor. Pemuda yang tampan yang sering membacakan berita bersama kekasihku. Aku pernah bertemu dengannya. Ia sangat sopan,ramah,dan penuh wibawa, juga humoris. "Panteeess, mesra banget ya di twitter?" Seketika ia menghentikan suapan es duriannya. "Ya gitu deh. Jadi nanti di surat undangan tertulis Ghaniar Alani dan Dias Anggara" ia menyebut kata DIAS ANGGARA dengan tekanan untuk memperjelas. "Apakah ARSANA PUTRA akan diundang?" kami berdua diam beberapa saat, lalu aku meneruskan perkataanku "Tapi kayanya bagusan Ghaniar Alani dan Arsana Putra deh" dia tidak kunjung menjawab apa yang kukatakan.   "Sayang" kugenggam tangannya lalu Ia menatap wajahku. "Aku serius menjalani hubungan kita,aku terlanjur cinta sama seseorang bernama Ghaniar Alani. Jika Allah mengijinkan kita menikah kita pasti menikah. Kita sama-sama dewasa dan sudah waktunya mengikat janji. Happy birthday sayang" Ia tetap diam. Lalu menghabiskan suapan terakhir es duriannya. "Sayang kamu tau cinta itu bisa tumbuh karena sering bertemu,kenal,dan merasa nyaman?" ia mulai mengeluarkan suaranya. "iya,lalu?" saat aku mengatakan hal ini pikiranku mulai kacau. Apa kedekatannya dengan Dias lebih dari sekedar rekan kerja? Apa Dias juga mencintai Niar? Bagaimana jika Niar tertarik pada Dias? Sebenarnya sejauh apa hubungan mereka saat ini?. Tapi kutepis semua pikiran itu. Aku percaya ini hanya canda nya. Aku percaya ia setia. Ia kembali angkat bicara dan membubar jalankan pertanyaan-pertanyaan yang ada di benakku "Aku tau kau pria yang baik yang sangat mencintaiku. Aku pun tau kau siap menikahiku. Aku juga tau kau sudah kenal dekat dengan keluargaku dan secara materi kau sudah mapan dan kau setia" mendadak ia berhenti berucap. "Lalu?" aku tidak ingin menanyakannya apakah benar hatinya telah berpindah ke lain hati. Tiba-tiba ia meneteskan air matanya. "Kenapa sayang?" tanyaku padanya "Mas kayanya obrolan kita hari ini cukup dulu ya. Aku merasa kurang baik,aku ingin segera pulang" "Kalau begitu aku antar" ia lalu menggangguk. Kami berjalan keluar bersama. Aku memandang danau dan lapangan hijau itu dari kejauhan. Akankah semuanya hanya akan menjadi kenangan?. Saat menuju mobil sedan hitam warisan orang tuaku, ia menggenggam tanganku sangat kuat. Sebenarnya kamu kenapa sayang?.            Tiga hari setelah pertemuan kami di hari ulang tahunnya dan hari jadi kami, tak ada komunikasi terjalin diantara kami. Terakhir ia mengirim pesan padaku di malam hari setelah bertemu. "Mas,aku besok ke  Bandung. Ada tugas di sana" Ia memang selalu memberitahuku jika ia mendapat tugas  di luar kota. Setelah penugasan,saat ia bertemu denganku ia akan menceritakan pengalamannya. Sebut saja ketika ia mendapat tugas meliput secara langsung pernikahan pangeran William dan Kate. Ia bercerita dengan penuh semangat. Itu pengalaman pertamanya di Inggris.  TV di ruang kerja, aku nyalakan saat jam istirahat. Aku menekan tombol remote berurutan mengganti satu chanel ke chanel lainnya. Aku berhenti di nomor 6. Dua orang pembaca berita sedang membacakan informasi tentang acara PON yang diselenggarakan di Riau. Dia kekasihku bersama Dias Anggara sang news anchor ganteng. Kuambil ponselku dan mengetikan pesan "ciye si cantik berbaju merah siaran sama Dias. Kok engga ngasih tau calon suami sih? ^_-" send to Cinta "biasanya juga engga kan? Cemburu yaaa sama pacar aku yang ganteng?" "iya ih. Ngomong2 kapan jadiannya?" "yakin mau tau? Nanti kalau jadinya patah hati gimana?" "ya kalau patah hati nanti bunuh diri" "ih serem amat. Nanti masuk berita 'seorang TNI bunuh diri akibat patah hati oleh sang kekasih yang jurnalis tv' yang bacain Dias" "tega gitu?" ia tidak membalas lagi smsku. Ia sudah harus on air.       Saya Dias Anggara dan Ghaniar Alani undur diri. Sampai jumpa. Mereka berdua menutup berita hari itu. Ponselku menyala,satu pesan darinya "Kalau bener gimana mas?" "Siap-siap masuk tv deh" aku mulai lemas. Bagaimana jika benar? Akankah aku memutuskan hubungan dengannya yang telah terjalin sekian lama. Apa iya, bisa ikhlas? Aku memutuskan untuk menelfonnya. Tuuut,tuuut,tuuut sebelum bunyi keempat ia mengangkatnya "Assalamualaikum. Kenapa mas?" "Walaikumsalam. Aku cuma mau bilang love you" saat aku mengatakan itu,aku membayangkan ia tersenyum mendengarnya "kok tiba-tiba?" "kayanya aku beneran cemburu deh" lama sekali ia tidak menjawab "Masih di sana kan? Kok diem? Hubungan kita udah 3 tahun,aku mau lebih serius" kataku. "Mas,nanti malam bisa ketemu?. Kita obrolin nanti. Aku harus nulis narasi sekarang. Nanti malam, aku sama temen-temen,pulang kerja mau makan bareng di rumah makan depan kantor" "iya de. Aku tutup telponnya ya. Lanjutin kerjanya" "assalamualaikum" "walaikumsalam" tut,tut,tut.. Sambungan kami terputus.
       Sesuai janji, aku menemuinya makan malam di depan kantornya. Belum sampai di tempat, aku sudah melihatnya dari kejauhan mengenakan seragam hitam kebanggaan mereka bersimbolkan logo stasiun tv. Kulihat disampingnya duduk seorang pria mengenakan kacamata. Ya dia Dias. Darahku rasanya berdesir melihatnya disana. Beberapa temannya yang mengenakan seragam sama, juga ada disana. Aku menghampiri mereka dan menyalaminya satu-satu. "hai Arsa,apa kabar?" salah seorang wanita menanyakan hal tersebut saat aku menyalaminya "baik" jawabku sembari melempar senyum kepadanya. Aku kebingungan akan duduk dimana. Niar tetap diam. Semuanya menjadi tampak canggung. Salah seorang teman Niar yang merupakan camera person mempersilahkan aku duduk disampingnya. "Yuk ah pada pesen makan dulu,kalau udah kenyang baru ngobrol-ngobrol" cetus sang camper. Semua yang berada di sana langsung sibuk memesan makanan. Saat pesanan datang kami langsung melahap makanan yang tersaji seperti sudah tidak makan 2 hari. Selama itu pula ia tidak mengajakku bicara sama sekali. Rasanya seperti menjadi orang asing di tengah keluarga yang sedang makan bersama. Terdampar dalam kebingungan lontaran canda di antara mereka. Terlihat sekali keakraban antara Niar dan Dias. Aku cemburu.
      Kini tinggal minuman yang tersisa di atas meja kami. "mas" ia mulai mengeluarkan suaranya saat aku memainkan sedotan di minumanku. Semua menjadi hening. Sebenarnya aku tak tau mengapa ia membuat suasana terasa tak nyaman. Jika ingin membicarakan masalah di antara kita mengapa tak berdua saja?. "iya" jawabku bersiap mendengar penjelasan darinya tentang keadaan ini. "Candaan kita tempo hari benar" ia mengucapkannya dengan penuh kehati-hatian. "yang mana?" tanyaku. Teman-teman Niar dan Dias diam memerhatikan. Sepertinya aku,Niar,dan Dias kini menjadi pusat perhatian mereka. "Semua yang ada di sini tau, kalau Dias pacar aku dan kamu tunanganku" suaranya bergetar dan perlahan air mengalir di pipinya ketika ia mengatakan itu. Aku diam,tertunduk. Rasanya ingin berteriak dan menangis. Sejuta pertanyaan ingin kutanyakan padanya. Mengapa bisa seperti ini?. Ia yang akan menjadi istriku telah berkhianat. Aku mencoba tegar sebagai seorang pria. Jangan sampai mereka tau betapa dadaku sesak dan air mata seolah memaksaku untuk mengeluarkannya. Perlahan aku mengangkat kepala dan memandangnya. Tak sedikitpun aku mengalihkan pandanganku dari Niar dan Dias. Aku tak mau bicara atau marah atau memutuskan hubungan detik itu. Aku mau tau apa yang selanjutnya ingin ia lakukan padaku setelah kejutan ini.         "Aku ngaku salah. Aku bingung gimana bilang ke kalian untuk mengakhiri ini semua. Berada antara dua cinta yang berbeda. Jadi  aku putuskan ini saat yang tepat,saat kalian berdua ada dalam satu meja" ia lalu menggenggam tangan Dias. Aku berusaha tetap tenang meski hati masih meronta atas penjelasannya. "Dias,kamu tau saat kita jadian dulu,aku udah tunangan sama Arsa. Kamu sendiri yang bilang nantinya kamu akan siap dengan konsekuensinya" ia berkata pada Dias. "aku tau,tapi kamu juga tau kan kalau aku sayang sama kamu?" jawab Dias. Aku tetap bertahan di sana mendengar dengan seksama meski ingin sekali beranjak saat itu juga. Niar melanjutkan penjelasannya "iya,tapi aku ga bisa terus-terusan ada dalam cinta segitiga ini. Setelah berpikir sekian lama,maaf kita harus mengakhiri hubungan kita. Kita lebih baik jadi teman. Kedekatan kita terjalin karena seringnya kita bertemu,dibanding pertemuanku dengan Arsa dan aku sadar bahwa aku mencintainya". Kini aku yang ragu dalam mengambil tindakan selanjutnya. Meski  ia telah terang-terangan memilihku dibanding Dias. "Aku yakin kamu akan dapetin cewe yang cocok jadi istri kamu. Aku  sudah memantapkan pilihan pada mas Arsa" "Jujur ya aku belum bisa terima karena semuanya serba mendadak. Aku juga tau kalau aku salah karena berpacaran dengan kamu yang sudah bertunangan. Aku patah hati? Iya, jelas karena aku sayang kamu" "Maaf ya Dias. Kita tetep jadi temen kok" ia lalu melepas genggaman tangannya. Aku seperti menyaksikan sinetron di hadapanku. Kini ia memandangku. Pandangan kami kini beradu. "mas" "hmmm" "kamu pasti marah ya?" "iya" Sungguh pikiranku cukup kacau kala itu. Aku kecewa pada nya. "Ghaniar Alani,aku engga ngerti sama kamu,sama hubungan kita. Aku engga mau gegabah memutuskan. Sekarang gini aja. Selesaikan urusanmu dengan Dias. Nanti kita selesaikan masalah kita berdua. Mungkin tujuanmu sekarang adalah membuat semuanya jelas. Tapi aku tak nyaman jika begini caranya,begitu juga dengan teman-temanmu.  Ini masalah kita bertiga jangan libatkan yang lain. Nampaknya aku harus pulang sekarang". Aku berdiri dan menyalami mereka semua lalu pergi. Aku tau Niar terisak saat aku meninggalkannya pergi dengan kemarahan yang ditahan dan sahabatnya Dewi yang ada di sana pada saat itu mencoba menenangkannya. Ingin sekali menjadi penenangnya dan berkata menangislah sesukamu di pundakku jika itu bisa membuatmu tenang. Mungkin tangis itu adalah tangis penyesalanmu. Tapi kini berbeda, saat ia jujur telah berkhianat padaku. Entah telah berapa lama ia menduakanku. Apakah ia menganggap cinta ku selama ini dangkal seperti sungai? tidak dalam seperi lautan?.
        Sekarang aku perlu memikirkan kembali apakah hubungan kami bisa berlanjut ke jenjang pernikahan dan membuka pintu maaf serta menerimanya kembali setelah semua ini terjadi. Memang hati ini sudah terlanjur menempatkan dirinya sebagai cinta yang bisa kuterima kelebihan dan kekurangannya dan tak pernah terpikirkan untuk menggantikannya.

Cerpen ini pernah diikutsertakan dalam lomba yang diadakan penerbit Gagas Media, Proyek 14:Patah Hati
Dan Alhamdulillah belum menang oleh karena nya saya posting saja di blog.hhehe..... ;)
Kritik dan saran anda terhadap karya saya akan menjadi motivasi bagi saya agar dapat membuat yang lebih baik.
Salam Meriza Lestari


Keywords: cerpen patah hati, cerpen dengan tema patah hati, contoh cerpen patah hati, contoh cerpen, cerpen 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya....
tinggalkan jejak anda dengan berkomentar :)