Berpetualanglah seluas-luasnya,menulis dan belajarlah sebanyak-banyaknya,cari pengalaman sedalam-dalamnya,bercita-citalah setinggi-tingginya,berdoa dan tawakal sesering-seringnya,kamu akan menemukan dirimu di sana

Jumat, 27 Februari 2015

It is a gift from a friend

Sekitar 3 tahun yang lalu, saya dipertemukan dengan seseorang yang tentunya sebaya dengan saya karena kami sekelas. Saya ingat, dulu ia mengontak saya untuk pertama kalinya memberikan tawaran untuk duduk sebangku dengannya. Alasan yang sama karena saya juga belum menemukan teman sebangku padahal ada seseorang yang cukup dihindari untuk menjadi teman sebangku meski kadang kami merasa jahat menghindarinya. Istilah lainnya bukan sebangku tapi berdampingan karena posisi meja perorangan digabung dua-dua.

Dia teman sebangku saya Asmi Dewi R namanya. Saya baru kenal di kelas 3 SMA saat itu, dua tahun sebelumnya mungkin kami pernah berpapasan tapi tidak mengenal. Kebetulan ia adalah seorang putri dari guru matematika di SMA kami.

Kebiasaan nya saat kami sekelas adalah selalu mengajak saya ke kantin setelah jam pelajaran pertama selesai. Jeda antar pelajaran benar-benar di manfaatkan olehnya untuk mengisi perut. Ia berkata bahwa dirinya tak pernah sarapan sebelum pergi sekolah karena memang tidak bisa sarapan pagi-pagi selain itu ibunya terkadang belum masak.

Di kelas kami sistem duduk di gilir. Tidak selalu duduk di paling depan atau paling belakang tetapi bergeser setiap hari hingga merasakan semua posisi dengan sistem mengular. Saat kebagian duduk di paling belakang, kami pasti membuat sedikit kegaduhan. Mata kami berdua minus. Meski sama-sama memakai kacamata, kami berdua memperkecil ukuran minus kacamata yang kami gunakan sehingga saat berada dalam posisi jauh tulisan sudah samar. Alhasil seringkali saya atau Asmi bergantian memakai kacamata dobel. Jika saya yang memakai kacamata saya di dobel dengan kacamatanya, maka ia akan melihat catatan saya. Begitupun sebaliknya. Tapi yang lebih sering adalah saya melihat catatan Asmi dan dia meminjam kacamata saya karena ia sering mengeluh kecepatan saya mencatat kurang cepat.

Hal lain yang saya ingat mengenai teman sebangku saya ini adalah ia selalu membawa kertas minyak.

Hari ini ulang tahunnya dan saya ucapkan selamat ulang tahun :D

Semoga segala yang dicita-citakan dapat tercapai, dikuatkan pundaknya untuk menghadapi ujian hidup, selalu dibukakan pintu rezekinya, diberikan kesehatan.. amin
Happy Birthday

Senin, 23 Februari 2015

Thanks Mom

Thanks mom, untuk semua hal yang telah diberikan. Ya meski saya tau, mama engga akan baca tulisan ini karena engga bisa buka internet. Tapi banyak hal yang saya syukuri karena punya mama seperti mama.
Saya yang sejak dulu selalu diberi kepercayaan dalam hal apapun. Membuat saya sangat bersyukur karena kepercayaan yang diberikan memudahkan saya untuk melangkah.
Saya bersyukur karena saya tidak perlu sembunyi-sembunyi jika ingin pergi bermain. Kenapa? karena mama percaya dan karena saya menjelaskan sebelum pergi.
Pernah suatu saat saya pulang sekolah pukul 16.00 WIB. Biasanya saya tiba di rumah sebelum,sesaat,atau sesudah maghrib. Tergantung macetnya jalan. Setelah pulang saya mengirim sms singkat dan berkata "ma, aku ada kegiatan jadi pulang telat". Saat itu saya pergi ke sebuah talkshow di radio bersama komunitas saya. Saya pulang sekitar pukul 22.00 Wib. Tapi sampai di rumah saya tidak banyak di tanya, kenapa pulanh sangat telat. Dari rumah saya ke SMA saja butuh waktu sekitar 45 menit. Apalagi jika pergi lebih jauh.
Saat meminta uang untuk membeli buku atau pergi main saya merasa dimudahkan. Saya termasuk yang setiap hari diberi uang jajan, bukan yang mingguan atau bulanan. Kenapa saya merasa dimudahkan? bukan berarti orang tua saya memberi uang begitu saja tetapi saya dipercaya. Saat anak seumuran SMA meminta uang membeli buku, biasanya mereka meminta lebih dari yang seharusnya untuk menambah uang saku. Saya? sama saja tapi bilang. Sebagai contoh saat saya harus membeli LKS seharga Rp 7500 saya akan minta Rp 10.000 tapi saya bilang bahwa harga buku hanya Rp 7500 dan kembaliaannya buat saya ya. Bekal/uang saku saya saat SMA adalah Rp 10.000 sehari dan Rp 5.000 untuk ongkos pulang karena berangkatnya saya diantar.
Terakhir yang paling saya syukuri adalah mama selalu percaya pada semua mimpi dan cita-cita yang saya miliki. Mama selalu mendukung dan percaya pada keputusan dan tindakan saya ambil, sesulit apapun mama percaya saya bisa menyelesaikannya.

Minggu, 22 Februari 2015

Our Trip - part 1

Usianya hanya beda dua tahun dengan saya. Seorang perempuan yang dulu saat rambut catok atau smoothing atau rebonding dan usaha pelurusan rambut lainnya mulai booming tak pernah dilewatkannya. Hampir setiap tahun rambutnya diluruskan. Tapi lucu nya, ia pasti meluruskan rambutnya itu sehari sebelum keberangkatannya mudik lebaran. Baru dua tahun belakangan semenjak ia kuliah, ia menghentikan kebisaan meluruskan rambutnya. Ya karena sudah bagus dan terlihat alami. Padahal sebelumnya ia memang tak memerlukan berbagai jenis pelurusan rambut tersebut karena pada dasarnya rambutnya sudah lurus. Yang sering menjadi masalah baginya adalah berat badan, meski menurutku meski ia sedikit gemuk tapi berat badannya tak berlebihan. Pernah suatu waktu saat kami makan malam bersama, ibunya berkata padanya “Mba Wi itu minum air putih aja bisa jadi lemak”. Dia sepupuku, biasa dipanggil Tiwi.
Banyak hal lucu atau bahkan mengarah ke hal bodoh terjadi diantara kami. Bahkan saat usianya sudah memasuki usia 21 tahun dan usiaku 19 tahun, tetap saja hal itu terjadi. Ini tentang perjalanan yang baru saja kami lakukan. Sekitar tanggal 3 Januari 2015, ia sedang libur semester dan berada di rumah nenek kami di Boyolali. Sebetulnya saya masih melaksanakan ujian akhir semester, namun ada jeda libur beberapa hari. Kami melakukan perjalanan dengan mengendarai sepeda motor matic berwarna biru milik sepupu kami yang lain. Bicara tentang perjalanan, ada satu hal yang mengingatkan kebersamaan kami. Dulu sekitar 7-9 tahun yang lalu. Saya dan dia duduk di bangku paling belakang mobil dalam perjalanan mudik lebaran dari Bandung ke Jawa (dulu kami menamai rumah nenek di Boyolali sebagai Jawa, padahal Bandung juga termasuk Jawa. Jika belum ke rumah nenek saya berarti belum ke Jawa). Saat sampai di kawasan cadas pangeran yang begitu berliku, kami terus bercanda sambil makan makanan yang sudah dipersiapkan sebagai bekal mudik. Sebelumnya kami sudah dimarahi supaya duduk dengan tenang karena jalan begitu berliku. Oia saat itu di bangku belakang tidak kami saja, namun kami duduk penuh sesak bersama saudara kami yang lain. Tiba-tiba *hoek* kami berdua muntah secara bersamaan, benar-benar di waktu yang sama. Kami menyadari bahwa bahan bakar dari motor biru ini tinggal sedikit. Tapi kami berencana mengisi bensin di daerah Simo, salah satu jalan yang akan kami lewati. Namun baru sampai di tikungan pertama sekitar gunung madu mesin motor tersebut berhenti. “Ah di depan ada jalan menurun” seru saya. Tanpa perlu turun dari motor kami sedikit berusaha menggerakkan motor maju ke bagian jalan menurun, dan tepat di tengah-tengah jalan menurun ada pos bensin. Pos dan bukan Pom karena itu adalah tempat penjual bahan bakar eceran yang disimpan dalam botol. Kami hanya mengisi satu liter bensin jenis premium dan melanjutkan perjalanan. Tujuan kami adalah stasiun Balapan Solo atau stasiun Purwosari Solo.
Keraguan di mulai. Kami yang tidak begitu hafal jalan karena hanya beberapa kali pergi ke Solo sendiri dari rumah nenek kami yang berada di salah satu desa di Kabupaten Boyolali. Biasanya kami hanya menjadi penumpang yang baik, dan lebih serinng berujung pada tidur di tengah jalan dan tau-tau sampai. 1 2 Seharusnya kami lurus terus dan baru belok kiri di no 2, tapi nyatanya kami sudah belok di perempatan pertama. Karena ada petunjuk jalan yang tertulis bahwa Solo belok kiri. Kami merasa asing dengan jalan yang kami lalui, tapi dengan keyakinan petujuk jalan tadi dan meyakinkan diri bahwa jalan yang kami lalui ini pasti tembus ke suatu jalan raya 4 jalur maka kami tetap saja lanjut. Melewati beberapa desa dan semakin asing. Seharusnya jika kami melalui jalur yang biasa di lewati (saya lupa nama jalannya), kami melewati bandara Adi Sumarmo. Ternyata saat sampai di jalan raya kami menjumpai tulisan jalan raya Solo-Purwodadi. Oke kami salah. Pantas saja terasa lama sekali. Tapi masih ada kata Solo dari jalan Solo-Purwodadi dan kami merasa baik-baik saja. Dengan berbekal papan berwarna hijau yang ada di jalan sebagai petunjuk jalan kami terus mengikuti arah menuju Solo. Saat berada di tengah jalan, saya rasa di jalan yang dekat dengan taman Balekambang, hujan turun sangat deras. Kami meminggirkan motor dan berteduh, mengecek jok motor apakah ada jas hujan? Dan ternyata tidak ada. Air membawa ingatan saya dengan sepupu saya ini saat mandi di kali Gede (sungai) dekat dengan rumah nenek. Saat itu masih banyak penduduk yang mandi dan cuci di kali. Namun saat ini karena sebagian besar sudah memiliki sumur dan pompa air di rumah masing-masing, kesimpulannya adalah sudah jarang sekali yang mandi atau cuci di kali. Hubungan saya dan dia tentu tidak selamanya baik. Pernah suatu saat kami berantem layaknya anak kecil lainnya. Saat kami sedang mandi di kali dan seluruh tubuh saya sudah bersih, Tiwi entah dengan maksud dan tujuan apa mengguyur kepala saya dengan air beserta lumpur-lumpurnya... Damn. Saya tidak terlalu ingat apa yang terjadi selanjutnya, seingat saya kakak saya mengguyur balik dia dengan lumpur dan sampai pulang ke rumah kami saling adu mulut. Saat itu usia kami sekitar 7-9 tahun.---Bersambung---